Semua postingan yang ada di blog ini hanya semata-mata untuk hiburan semata, jadi jangan dianggap serius ya.. Heppy News is Just For Fun.. :)
*

Cerita Pendek

Persahabatan Bagai Kecebong


-->
             “Duk-Duk-Duk”. Jam masih menunjukkan pukul 02.30, tapi suara gemuruh itu berkali-kali kudengar. Aku yang masih terlelap, tiba-tiba langsung berdiri tanpa sadar. Dan dengan keadaan yang setengah hidup setengah mati, aku mulai mencari asal suara tersebut. Ketika aku sedang berusaha mencari asal suara itu, tiba-tiba ada suara lirih yang memanggilku dari arah jalan di depan rumahku. Aku langsung kaget setelah mendengar suara tersebut, jantungku berdebar kencang setelah mendengar suara itu dan juga mataku yang semula agak terpejam, langsung terbuka lebar setelah mendengar suara yang lirih itu. Ku coba mencari asal suara itu ke arah jalan di depan rumahku dengan melewati ruang tamuku yang saat itu begitu gelap dan sunyi. Ketika ku mendekati jendela, kudengar lagi suara lirih itu memanggil namaku. Muncul rasa takut dari dalam tubuhku, namun kuberanikan diri untuk mengintip dari balik tirai jendelaku. Lalu kubuka tirai jendela itu dengan perlahan, dan kulihat ada 2 sosok manusia yang berkepala botak mondar-mandir di depan rumahku. Entah apa yang ada di benak pikiranku, atau karena rasa keingintahuanku yang tinggi. Aku membuka pintu rumah dan keluar untuk melihat kedua sosok itu dari dekat. Ketika aku keluar dari rumah dan menuju halaman rumahku, tiba-tiba angin malam berhembus dengan sangat kencang.
Seketika itu juga bulu kudukku berdiri dan aku merasa seakan-akan tubuhku ini tidak bisa digerakkan. Jantungku semakin berdegub dengan kencang dan kukatakan kata-kata yang maknanya adalah semua akan baik-baik saja, yaitu “aal iz well, aal iz well, aal iz well”. Kukatakan kalimat itu berkali-kali untuk menenangkan diri. Ketika jarakku semakin dekat dengan mereka kubaca Surat Al-Baqoroh ayat 155. Seketika itu kudekati mereka dengan rasa keberanian yang tinggi, dan terlihat sangat jelas dimataku kedua sosok tersebut. Dan mereka berdua itu ternyata adalah …
kawan-kawanku yang mengajakku untuk beramai-ramai membangunkan warga untuk sahur. “Kis, Pukis” sapa Awang yang rumahnya berseberangan dengan rumahku, kawan-kawanku memang memanggilku dengan sebutan Pukis. Entah apa yang ada dalam benak mereka hingga mereka menyebutku pukis, mungkin karena pipiku yang seperti pukis. “Eh Kis, ayo klotekan keliling kampung!” sahut A’am yang biasa disebut Kitip oleh teman-temanku. Akupun langsung menerima tawaran mereka dan bergegas untuk mengganti baju yang semula mengenakan kaos dan celana pendek atau biasa disebut dengan boxer, segera ku ganti dengan baju taqwa dan celana jean’s. Dan juga tidak ketinggalan dengan atribut kampung, yaitu pakai sarung yang di slempangkan.
            Saatnya beraksi, aku dan kawan-kawan mulai berklotekan mania keliling kampung. Setelah 30 menit aku dan kawan-kawan berklotekan mania, kami segera menuju ke tempat sucinya umat islam yang ada di kampungku, yaitu Masjid Ulil Al-Baab. Di sana kami santap sahur dengan menu yang cocok setelah berkeliling kampung. Kami menikmati sahur yang pada saat itu adalah nasi goreng dan ayam goreng, dan juga minumnya adalah Teh Botol Sosro. Seusai sahur bareng, Kami mengganti acara yang semula berklotekan mania menjadi bertadarus mania. Kami bertadarus sampai adzan subuh terdengar dengan lantang.
            “Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Adzan subuh sudah berkumandang, aku bergegas untuk mengambil air wudhu. Setelah itu, sholat Subuh berjamaah sama warga kampung dan anak-anak lainnya. Seusai sholat kami mendengarkan kultum di Masjid, 30 menit lamanya kami mendengarkan kultum ini. “Katanya Kultum itu kuliah tujuh menit, tapi ini kok tiga puluh menit. Harusnya namanya diganti menjadi Kultipum alias Kuliah Tiga Puluh Menit. Hehehe.” canda Awang. Seusai ceramah, kami bergegas keluar dari Masjid. Dan kini kami berganti acara lagi, yang semula kami berklotekan mania, lalu bertadarus mania. Kini giliran berlehai-lehai mania alias olahraga.
“He rek, ayo uklam-uklam ke Unmuh!” ucapku pada kawan-kawan. Unmuh itu singkatan dari Universitas Muhammadiyah Malang yang tak jauh dari kampungku dan disana biasa digunakan sebagai tempat olahraga atau jalan-jalan oleh warga sekitar.
“Ayo kis, tapi anak-anak kurang rame nih!” balas Awang.
“Ya udah, bagi tugas aja! Aku sama A’am ke blok A-E, kamu sisa –
nya ya. Oke!” ungkapku.
“Oke boss!” lanjut Awang. Aku dan lainnya bagi tugas untuk memanggil kawan-kawanku yang lainnya, biar seru dan rame. Setelah 10 menit di halaman masjid sudah ada 14 anak. Saat itu juga semuanya berangkat ke Unmuh.
Sesampainya di Unmuh, aku dan kawan-kawan segera bersiap-siap untuk futsal di tempat parkir Unmuh. Yang kebetulan saat itu Unmuh sedang libur, sehingga tempat parkirnya sepi. Tim dibagi menjadi 2 kelompok yang terdiri dari 7 anak, per tim dibagi berdasarkan RT yang ada. Jadi pertandingan ini antara RT 1 Versus RT 2, aku yang masih satu RT sama Awang masuk ke Group RT 1. Karena ayahku itu ketua RT 1, sehingga aku yang jadi kaptennya. “Priit”, Kick off pertama di lakukan oleh RT 1. Aku langsung menggiring bola dengan skillku yang tinggi, dan langsung membobol gawang RT 2 dengan gol yang cantik. Kedudukan berubah menjadi 1-0 untuk kemenangan RT 1. A’am dkk. yang merupakan RT 2 tak mau kalah begitu saja, mereka langsung menerapkan teknik one two. Namun usaha mereka gagal begitu saja, setelah tendangan dari Izzat yang merupakan anak Madura itu ditangkap oleh Awang yang bertindak sebagai penjaga gawang.
            60 menit sudah kami bermain futsal, dengan hasil akhir 12-5 untuk kemenangan RT 1. Kemenangan itu tidak lain karena usaha dan kekompakan dari kami semua, yang membuat kami menang besar. Seusai futsal, kami pergi ke sebuah tempat yang menyegarkan. Yaitu kali brantas, di tempat ini kami menyegarkan diri dengan bermain air bersama.
Byuur, gemericik air ditimbulkan oleh Izzat yang melompat ke dalam air dengan gayanya yang seperti gajah.
“Wiih, segarnya.” ungkap Izzat yang bertubuh besar itu.
“Ya pastilah, inikan kali. Kalo ini kuburan, ya ngeri.” canda Awang
yang juga mengikuti jejak Izzat dengan gaya kupu-kupunya itu. Canda tawa mengiringi kelelahan kami usai bermain futsal. Dan akupun tidak mau ketinggalan, aku melompat dari atas batu yang paling tinggi dengan gaya yang keren yakni gaya salto. Setelah kami puas bermain air, aku segera mengenakan pakaian. Namun tidak dengan A’am yang masih bermain air di kali. Lalu Awang memanggil A’am dengan julukan si Kitip. “Tip, ayo pulang sudah mau dzuhur ini!” panggil Awang. “Iya sebentar.” jawab A’am, tiba-tiba suatu tragedi yang mempertaruhkan nyawa terjadi. Yaitu, dengan cerobohnya A’am berjalan di kali brantas tanpa perhitungan, Ia berjalan ke tengah sungai dan akhirnya Ia tidak tampak lagi dari pinggir sungai. Dan pada saat yang bersamaan terdengar suara-suara aneh, suara tersebut terdengar sayup-sayup. Dan terdengar seperti suara minta tolong, tiba-tiba Izzat berteriak “Reek, Kitip tenggelam di tengah kali brantas”, setelah mendengar pengakuan dari Izzat. Kami langsung tersadar bahwa A’am memang benar-benar butuh bantuan. Padahal, pada awalnya kami mengira bahwa A’am hanya bercanda dengan berpura-pura menghilang dari pandangan kami, namun dengan kesigapan yang tinggi, Awang langsung meloncat ke tengah kali brantas, untuk menyelamatkan A’am. Dan Aku segera mengambil tali untuk dilemparkan pada mereka berdua, untung kami bertindak cepat. Sehingga A’am masih bisa diselamatkan. “Makasi ya Rek, untung kalian bertindak cepat. Kalo nggak, aku sudah hanyut. Sekali lagi makasi ya Rek.” ungkap A’am kepada kami. “Inilah yang namanya persahabatan Am, kita mesti saling tolong menolong dalam hal apapun, kapanpun, dan dimanapun. Sudah, nggak perlu dipikirkan lagi yang penting kamukan sudah selamat.
            Kejadian ini membuatku dan kawan-kawan sadar bahwa persahabatan itu sangat penting dan kita tidak akan bisa hidup tanpa persahabatan. Setelah kami berada di kali brantas, kini kami hendak pulang ke kampung kami yang tercinta. Di tengah perjalanan pulang, kami melewati warung makan yang disana terdapat banyak makanan dan minuman yang menggiurkan. “Rek, aku sudah nggak kuat lagi. Di situ ada warung lho, kita mokel aja yok!” goda Izzat. Mendengar perkataan Izzat Aku mengelak dan berkata ,“Astaghfirullah, Zat kamu itukan sudah besar. Masa kalah sama anak TK yang sekarang ini sudah banyak yang puasa maghrib lho, gengsi donk”. “Aku cuma ngetes kalian aja kok, mana mungkin aku emang bener-bener ingin mokel. Ya nggaklah, hal itu mana mungkin terjadi.” sahut Izzat. Mendengarkan hal itu, kami segera meninggalkan warung tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak kami inginkan. Seperti mokel, yang diusulkan oleh Izzat.
            Sesampai di kampung, kami langsung menuju ke masjid. Karena saat itu adzan dzuhur sudah dikumandangkan. Seusai sholat dzuhur, Kami tidak bergegas pulang, melainkan kami semua istirahat di Masjid Ulil Al-Baab hingga Ashar. Dan ketika Ashar tiba, kami beranjak untuk mengambil air wudhu, kemudian sholat Ashar berjamaah bersama dengan warga kampung.
            Setelah sholat Ashar, kami berkumpul di sebuah jalan yang  biasa kami gunakan untuk bermain sepak bola. Setelah kawan-kawan sudah berkumpul, kami langsung membagi tim dengan cara memilih sesuka hati asalkan antara tim satu dengan lainnya imbang. Sehubungan dengan jalan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu luas, kami membagi tim menjadi 4 tim. Jadi setiap tim ada 3 hingga 4 orang. Peraturan sepak bola di kampung kami tidak berbeda jauh dengan yang lainnya, yaitu tim yang kebobolan terlebih dahulu, langsung diganti dengan tim lainnya. Kebetulan aku satu tim dengan Awang dan A’am, dan dapat giliran main pertama. Seperti biasa, aku selalu menunjukkan skill yang mendunia. Ketika permainan dimulai, aku langsung mengoper ke A’am. “Tip, terima ini!” ucapku. “Iya kis, aku sudah terima.” balas A’am.  Ketika permainan sedang berlangsung seru, tiba-tiba “Tiiin…Tiiin…” terdengar suara yang sangat keras berasal dari klackson mobil Pak RW. “Hei, minggir kalian semua. Ini jalanan, bukan lapangan.” ucap Pak RW dengan nada marah. Kami semua langsung bubar melarikan diri dari amukan Pak RW yang bertubuh besar itu. “Wiih, ada kingkong ngamuk.” ledek A’am. “Hush, kamu ini. Itu bukan kingkong tapi gorilla.” tambah Awang. Kami semua langsung tertawa terbahak-bahak, usai mendengarkan celotehan dari
A’am dan Awang.
            Yang semula kami ingin bermain sepak bola, kini kami semua kembali ke Masjid Ulil Al-Baab untuk ngabuburit bersama. Di masjid kami bertadarus sembari menunggu adzan maghrib. 20 menit sudah kami ber –
Tadarus. Kini kami akan mendengarkan kultum yang disampaikan oleh Ustad Sofyan Sofi, seorang ustad yang sering mengisi ceramah di Masjid kami. Seusai kultum, kami bersiap-siap di dalam masjid untuk menerima ta’jil gratis dari pihak takmir masjid. Dan saat yang telah kami nanti-nantikan akhirnya tiba juga.
            “Allahu Akbar, Allahu Akbar”.“Alhamdulillah, Allahumma Lakasumtu Wabika Amantu Wa’ala Rizkika Afthortu Birohmatika Yaa Arhamar Rohimin.” bacaan itu yang kami ucapkan pertama kali ketika berbuka. Kami langsung menyantap ta’jil yang telah disediakan oleh takmir Masjid. Setelah memakan ta’jil kami sholat Maghrib dengan berjamaah terlebih dahulu. Sesudah itu kami pulang ke rumah masing-masing untuk berbuka puasa.
            Tak terasa adzan Isya’ telah berkumandang. Aku bergegas mengambil air wudhu dan melaksanakan Sholat Isya’ berjamaah. Seusai sholat Isya’ Aku melaksanakan sholat Tarawih dan Witir berjamaah bersama dengan kawan-kawan dan warga kampung. Seusai sholat Tarawih dan Witir, kami berkumpul di sawah untuk bermain petasan. Petasan yang telah kami siapkan tak tanggung-tanggung harganya, yakni mencapai 30 ribu rupiah. Terdiri dari petasan kretek, kupu-kupu, dll.
            Setelah puas bermain petasan, kami pulang ke rumah untuk istirahat. Sehingga kegiatan besok bisa lebih baik dari hari ini, karena ada sebuah hadits yang mengatakan “Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia akan beruntung. Dan barang siapa yang hari ini ia sama dengan hari kemarin, maka ia akan merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari ini, maka ia akan celaka.” Jadi tidak ada pilihan lagi selain kita harus lebih baik dari hari kemarin.
            Tragedi, Peristiwa, dan Apapun yang terjadi hari ini membuatku sadar bahwa persahabatan itu bagaikan kecebong. Seperti kecebong yang saling tolong menolong, terutama ketika berada di kali. Seekor kecebong sangat cepat dan tanggap, begitu pula kami yang cepat dan tanggap untuk menolong A’am. Dan juga seperti kecebong yang kompak, ketika kecebong kekurangan kawan ia akan mencarinya. Begitu pula dengan kami, yang ketika kekurangan orang untuk berklotekan dan bermain bersama, kami langsung bertindak cepat untuk mecarinya. Ya seperti itulah persahabatan, tidak akan mungkin sirna. Bahkan akan semakin besar persahabatan kita, seperti kecebong yang lama-kelamaan akan berubah menjadi katak.

Tadi adalah sebuah cerpen yang tereksis, terkeren, terbagus, dan tersiiiplah pada abad ini. Jadi bacalah cerpen ini dengan penghayatan yang tinggi, niscaya hati anda akan luluh karen keapikan, kekreatifan, dan keuletan sang pembuat cerpen. Percayalah bahwa cerpen ini bertema romantis, horor, jenaka, dan amburadul. Tapi yang penting seruuuu!!!
READ MORE - Cerita Pendek